Puja Mandala Pemersatu Antar Umat Beragama

ImageAwalnya pada 1990an warga Islam di daerah Nusa Dua mengalami kesulitan dalam beribadah shalat Jum’at. Masjid terbesar dan terdekat dari wilayah Nusa Dua ketika itu berada di Kuta sekitar 30-45 menit dengan mobil. Hal tersebut sangat tidak efisien untuk mereka yang harus kembali bekerja sesudah shalat Jumat. Untuk itu MUI Bali dan Yayasan Ibnu Batutah mengusulkan pendirian Masjid kepada pemerintah. Namun pendirian Masjid terhalang oleh SKB 2 Menteri yang mensyaratkan pendirian rumah ibadah dengan 500 warga pemohon beragama Islam yang tinggal di lokasi. Ketika permasalahan ini sampai ke pemerintah pusat, maka atas saran Joop Ave kepada Presiden Soeharto, berdirilah satu komplek rumah ibadah yang menampilkan kehidupan beragama umat Indonesia yang dinamakan Puja Mandala.

Puja Mandala Nusa Dua mulai dibangun tahun 1994 atas bantuan PT. BTDC (Bali Tourism Development Centre) yang memberikan bantuan lahan seluas 2 hektar untuk membangun kelima tempat ibadah tersebut. Lahan itu dibagi sama besar dan luasnya. Pendirian bangunan diserahkan sepenuhnya pada umat masing-masing agama, dengan aturan pendirian bangunan tersebut harus sama tingginya. Puja Mandala Nusa Dua secara resmi disahkan pada tahun 1997 oleh Menteri Agama Bapak Tarmidzi Taher. Saat itu hanya Gereja Bunda Maria Segala Bangsa (Katholik), Jemaat Bukit Doa (Protestan) dan Masjid Ibnu Batutah yang sudah selesai pembangunannya. Sedangkan, Wihara Budhina Guna (Budha) baru selesai pembangunannya pada tahun 2003.

Dengan penyelesaian bangunan secara bertahap, berikut daftar nama tempat ibadah di Puja Mandala:

  • Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa (1997)
  • Gereja Kristen Prostestan Bukit Doa (1997)
  • Masjid Ibnu Batutah (1997)
  • Vihara Budhina Guna (2003)
  • Pura Jagat Natha (2005)

Puja Mandala adalah sebuah kompleks tempat bangunan peribadatan indah di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali. Lokasi Puja Mandala berada di tepi kanan jalan arah menuju Hotel STP (Sekolah Tinggi Pariwisata). Puja Mandala berjarak sekitar 12 km dari Bandara Ngurah Rai ke arah Nusa Dua. Juga berdekatan dengan lokasi patung Garuda Wisnu Kencana yang sangat fenomenal dan Pura Sad Khayangan Jagad Uluwatu.

Di Puja Mandala terdapat lima tempat ibadah dari agama yang diakui di Indonesia. Yaitu agama Islam, Katholik, Budha, Protestan dan Hindu. Uniknya, bangunan tersebut berdiri berdampingan, rumah – rumah ibadat itu dibangun tanpa sekat pemisah, memiliki satu halaman, dan memiliki atap yang sama tinggi tanpa ada yang melebihi. Ini merupakan sebuah cermin dari kebhinekaan yang ika. Bagi yang baru mengetahui dan mengunjunginya memang terdengar asing akan tetapi berbeda dengan penduduk Desa Bualu yang hampir setiap hari menyaksikan kegiatan keagamaan dari masing-masing agama yang tentunya berbeda-beda. Bahkan, kegiatan-kegiatan itu terjadi bersamaan. Namun, mereka berusaha bersikap saling menghormati, agar kerukunan tetap terjaga. Biasanya, untuk acara-acara atau kegiatan-kegiatan, mereka meminta izin terlebih dahulu pada pihak agama lain.

Bagaimana pun Puja Mandala memiliki bangunan rumah peribadatan dengan detail sangat mengesankan. Kelima bangunan peribadatan tersebut, yaitu :

  1. Masjid Agung Ibnu Batutah yang beratap tumpang susun merupakan bangunan khas Masjid yang sering ditemukan di daerah Jawa. Nama Masjid Ibnu Batutah diambil dari nama seorang pengembara Maroko, yaitu Ibnu Batutah dengan catatan perjalanan dunia terlengkap dari abad ke-14, melintasi jarak 120.000 km sepanjang dunia kaum Muslim, mencakup 44 negara modern termasuk Indonesia.
  2. Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa, tepat di sebelah Masjid Agung Ibnu Batutah, dengan menara tunggal, dinding depan gevel mengikuti bentuk atap dan bagian belakang atap tumpang. Nama ini diilhami oleh penampakan Bunda Maria di Amsterdam, Belanda, yang mengijinkan disapa sebagai Bundanya Para Bangsa. Bersandingkan nama Maria Bunda Segala Bangsa dan sesuai dengan namanya, umat Gereja MBSB berasal dari berbagai latarbelakang suku yang ada di Indonesia, maupun umat mancanegara yang melakukan perjalanan bisnis atau berlibur. Maka, tidaklah berlebihan kalau gereja Katolik MBSB menjadi miliknya segala bangsa.
  3. Wihara Budhina Guna dengan ornamen cantik berwarna putih dan keemasan. Wihara ini tampak anggun dan mewah. Pengerjaan patung dan ornamennya terkesan sangat halus dan detail.
  4. Gereja Kristen Protestan Bukit Doa dengan sentuhan ornamen lokal yang cukup kental dan menara di depan gereja dengan lonceng diatasnya.
  5. Pura Jagat Natha Nusa Dua yang terletak di bagian paling kanan kompleks. Kala makara paling besar dibuat dengan sepasang tangan berkuku panjang, yang tidak lazim dijumpai pada candi-candi Jawa.

Walaupun warga mayoritasnya memeluk agama Hindu, kebebasan dan kerukunan umat beragama di Bali patut menjadi contoh. Menurut beberapa pernyataan masyarakat sekitar, perayaan keagamaan seringkali diselingi suara adzan magrib atau shalat Jumat yang tetap digelar. Suatu saat Hari Raya Nyepi jatuh bertepatan dengan hari Jumat. Hari Raya Nyepi sangat sakral bagi umat Hindu di Bali. Warga di seluruh pulau Bali tidak boleh bepergian keluar rumah. Pada malam hari warga tidak boleh menyalakan api atau lampu penerangan dan tidak boleh membuat keributan. Siapa yang melanggar akan ditahan oleh Pecalang (penjaga keamanan Desa Adat). Namun hal yang sangat menarik adalah ternyata pada Jumat itu secara khusus umat Muslimin di Nusa Dua dipersilakan beribadah Jumat di Masjid Ibnu Batutah Puja Mandala.

Hal lainnya yaitu saat menyambut Paskah misalnya, petugas keamanan desa adat atau pecalang dan pengurus masjid membantu mengamankan rangkaian Perayaan Paskah di Gereja Paroki Maria Bunda Segala Bangsa. Selain itu untuk membantu mengamankan dan mengurangi kemacetan, empat pecalang dari Desa Adat Bualu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung dan pengurus Masjid akan bertugas menjaga keamanan secara bergiliran.

Di sekitar komplek banyak terdapat ruko, toko, dan warung-warung.  Beberapa adalah orang muslim yang mendirikan toko pakaian adat dan baju muslim. Begitupun dengan masyarakat yang beragama lain mereka saling hidup rukun dan harmonis. Tujuan dari pendirian tempat ibadah ini merupakan percontohan miniatur kerukunan hidup bersama, dan apabila masyarakat sekitar ditanya apakah pernah ada perselisihan karena perbedaan agama, mereka hanya menjawab, “Tidak, justru kami berusaha untuk saling membantu dan saling  menghormati satu sama lain.”

Keunikan yang baru satu-satunya di Indonesia ini merupakan kawasan yang dianggap sebagai contoh kerukunan anatar umat beragama masyarakat Bali dan menjadi tempat wisata yang sangat diminati, baik oleh wisatawan asing maupun wisatawan domestik.

Leave a comment